Posted by Catatan Wong Awam on Monday, 12 May 2014

Manchester City menujukkan sekali lagi kepada dunia jika konsistensi mutlak diperlukan bagi sebuah tim yang ingin menjadi kampiun dalam sebuah kompetisi. Dan konsistensilah yang menjadi senjata utama kesuksesan The Citizens meraih double di musim ini, termasuk gelar Liga Primer Inggris yang baru saja mereka raih pada Minggu (11/5) kemarin. 

Tak percaya? Lihat bagaimana Arsenal, Chelsea, dan Liverpool pada akhirnya harus tergelincir satu per satu dari jalur juara karena performa mereka yang kerap naik-turun ini di setiap pekannya. City memanfaatkan betul kesempatan semacam ini untuk secara perlahan naik ke singgasana klasemen, perlahan tapi pasti, dan akhirnya mengakhiri musim 2013/14 di urutan puncak. 

Gelar liga yang keempat kali tersebut tersebut melengkapi trofi Piala Liga yang mereka raih pada Maret lalu sekaligus menjadi debut yang indah bagi manajer Manuel Pellegrini - raihan double untuk pertama kali sejak 1970 di mana pada waktu itu City mampu memenangi Piala Winners dan Piala Liga. Dengan demikian, menarik untuk menyaksikan prospek City di musim-musim mendatang. Namun tanda-tanda kesuksesan itu sudah bisa tercium di sepanjang perjalanan The Sky Blues musim ini. 




Gelagat juara Manchester City sama sekali belum tampak pada awal musim. Bersama Manuel Pellegrini yang menjalani debutnya di Inggris, tentu saja ada tanda tanya besar besar bagi publik Eastlands meskipun dana sebsear €116 juta digelontorkan pemilik untuk membeli pemain baru di musim panas. Keraguan dan kekhawatiran tersebut memang berubah menjadi kenyataan pada pekan -pekan awal.
Masih ingat ketika City terseok-seok di awal musim dan bahkan sempat duduk di urutan ketujuh? Itu semua terjadi karena performa tandang mereka yang jeblok di awal musim. Kunjungan berakhir negatif ke markas Cardiff City, Stoke City, Aston Villa, Chelsea, dan Sunderland membuat mereka hanya mencatatkan sekali kemenangan dalam enam laga tandang pertama mereka di EPL.

Pembenahan pun dilakukan Pellegrini pada periode November, terutama di lini belakang dan kiper. Pellegrini sempat beberapa pekan membangkucadangkan Joe Hart sebagai 'hukuman' atas beberapa blundernya. Ini memberikan cambuk baginya untuk memperbaiki performa di laga berikutnya (hingga akhir musim, Hart total mencatatkan 13 clean sheet).
Pasca periode suram di awal musim ini, City lalu menampilkan performa konsisten hingga Januari. Mereka unbeatable sebanyak 20 laga, termasuk menghajar Tottenham Hotspur dua kali (6-0 dan 5-1), menggulung Arsenal (6-3), hingga di Liga Champions mereka mengalahkan sang juara bertahan Bayern Munich (3-2) sehingga lolos dari fase grup untuk pertama kali. Pada Februari-Maret, mereka sempat mengalami penurunan performa setelah kalah kelas dari Chelsea, takluk mengejutkan dari Wigan Athletic di Piala FA, dan disingkirkan Barcelona di CL. Di sela-sela periode ini, City sukses mengamankan titel Piala Liga dengan mengalahkan Sunderland di final.

Memasuki pertengahan Maret hingga akhir musim pada Mei ini, City menunjukkan konsistensi luar biasa, terutama ketika berbicara performa kandang, yang menjadi kunci sukses mereka untuk mengamankan titel domestik. Kekalahan 3-2 di Anfield dan hasil seri 2-2 kontra Sunderland tak terlalu berdampak signifikan mengingat Liverpool (dan Chelsea) mengalami fluktuasi pada periode ini. Comeback atas Everton (3-2) dan kepastian juara dengan mengalahkan West Ham (2-0) menjadi penutup kisah perjalanan Vincent Kompany dkk. 



Berbicara soal performa individual pemain, tentu saja tak ada pemain yang semenonjol dan sefenomenal Yaya Toure. Tampil hampir selalu prima sepanjang musim, gelandang Pantai Gading ini selalu sanggup menampilkan performa kelas dunia.
Meski sudah berusia 30 tahun, Toure masih relevan dianggap sebagai salah satu contoh terbaik dari gelandang modern. Tinggi, berfisik kuat, stamina mumpuni, umpan-umpannya selalu akurat, mampu bertahan dengan baik, dan diberi lisensi untuk maju ke depan sebagai pengatur serangan. 

Tak heran, meski berposisi gelandang sentral, total 20 gol di musim ini sudah ia catat, menjadikannya topskor City di EPL. Rekor itu menyamai pencapaian Frank Lampard musim 2009/10. Jika dijumlah dengan gol di kompetisi lain, maka koleksi golnya menembus angka 24, topskor nomor ketiga di bawah Sergio Aguero dan Edin Dzeko.

Toure banyak mencetak gol dari jarak jauh dan sudut sempit, eksekutor handal penalti, dan penembak jitu tendangan bebas. Tak lupa, umpan-umpan akuratnya kerap memudahkan tugas striker City di depan gawang lawan. Tak diragukan lagi, inilah musim terbaik Toure di City atau malah yang terbaik sepanjang kariernya.



Tak ada yang lebih menyenangkan daripada mengalahkan rival sekota sendiri. Menurut sejarah, dalam dua dekade terakhir, jika kita berbicara Manchester maka Si United yang akan selalu mendapat tempat pertama. Setan Merah hampir selalu diunggulkan ketika melakoni derby. Tapi sejak kedatangan banyak pemain berkualitas ke Etihad (yang terbantu karena gelontoran uang dari sang pemilik), duel kedua rival sekota ini tidak pernah sepanas seperti lima tahun belakangan.

Setelah musim lalu terpaksa merelakan gelar ke rival sekotanya itu, City lalu membalasnya di musim ini, dengan cara yang lebih kejam. Dua pertemuan di Etihad dan Old Trafford semuanya berakhir dengan kemenangan telak bagi Si Biru, yakni berturut-turut menang 4-1 dan 3-0. City seakan-akan mengejek United yang tengah dalam periode suram pada musim ini. Itulah momen terbaik City di musim ini yang berkontribusi besar untuk melanggengkan langkah mereka ke tangga juara.

Selebihnya adalah beberapa partai yang berakhir dengan kemenangan besar City. Ini tak lepas dari permainan atraktktif yang diterapkan Pellegrini sehingga total City sukses mencetak 156 gol di semua kompetisi. Tak heran banyak papan skor yang begitu jomplang di musim ini termasuk ketika melawan tim sekelas Arsenal (6-3), Tottenham Hotspur (6-0 dan 5-1) dan kemenangan telak atas tim-tim papan tengah dan papan bawah seperti saat menghajar Norwich 7-0.



Jika sudah menjadi raja di kompetisi domestik, maka satu-satunya masalah yang harus dibenahi The Citizens pada musim depan adalah performa mereka di Eropa. Setelah Liga Champions menjadi keniscayaan dalam empat musim terakhir, termasuk 2014/15 mendatang, maka sudah saatnya City menunjukkan tajinya di ajang yang lebih tinggi ini.

Apalagi, mereka baru saja mengalami peningkatan ranking UEFA dan pada drawing Liga Champions musim depan mereka sudah 'naik kasta' dari pot tiga ke pot dua. Dengan demikian, naiknya City ke pot kedua ini semakin mengecilkan kans mereka untuk kembali masuk ke dalam grup neraka Liga Champions seperti yang mereka alami di dua musim terakhir ketika harus satu grup dengan Bayern Munich, Borussia Dortmund, dan Real Madrid.

Di musim 2013/14 ini, City untuk pertama kali sukses menembus fase knock-out setelah di dua musim beruntun terdampar di fase grup. Sayang, di babak 16 besar, langkah pasukan Manuel Pellegrini langsung terhenti setelah takluk dari Barcelona. Semoga di musim depan, ada progres yang lebih baik dari City. Dengan skuat yang mereka punya saat ini, sudah layak dan sepantasnya jika mereka bakal menembus perempat-final atau semi-final.

yahoo.com


0 comments:

Post a Comment

Translate

Arsip Blog

.comment-content a {display: none;}